Cedera tulang belakang-Sinal cord Injury

Selama Profesi kemaren, ternyata ayu minat banget sama masalah neurologi, kaya cedera kepala, meningitis, atau spinal cord injury, nah saat pembuatan karya akir ilmiah ners, tema yang akhirnya dipilih untuk dibahas dalah Spinal cord injury fraktur area thorakal. ini ada bab II tinjauan teori sedikit tentang cedera tulang belakang. juz in case ada yang butuh:)

2.2.1 Definisi
Cedera tulang belakang adalah injuri traumatik pada spinal cord disebabkan oleh kontusio, transeksi, atau kompresi yang berdampak pada dislokasi tulang belakang, ruptur pembuluh darah, ligamen, atau lempengan antar kolum vertebrae, streching jaringan neuron, atau penurunan suplay darah (Comer,1998).
2.1.2 Patofisiologi
Terdaat dua patofisiologi terjadinya cedera tulang belakang, mekanisme primer dan mekanisme sekunder. Pada meanisme primer terjadinya cedera tulang belakang akibat dari proses hiperekstensi, yaitu adanya akselerasi yang tiba-tiba sehingga menimbulkan daya yang sangat besar yang diserap oleh tulang belakang sehingga menyebabkan bentuk dari tulang belakang terlalu menekuk ke depan. Kedua yaitu kompresi yaitu saat posisi terduduk atau berdiri maka akan ada tekanan atau kompresi yang sangat besar pada kolum vertebrae tertentu karena menahan berat. Ketiga rotasi yaitu saat sendi berputar dengan derajat putaran melebihi kemampuannya. Yang terakhir adalah injuri penetrasi yaitu jika ada benda tajam yang menusuk area tulang belakang dan merusak stuktur yang ada didalam tulang belakang (Doenges, 2010).
Mekanisme sekunder terjadinya cedera tulang belakang adalah perdarahan atau masalah vaskularisasi, tingginya oksigan pada sel-sel jaringan yang membentuk struktur tulang belakang, pengeluaran neurotransmitter yang berlebihan menyebabkan jaringan nervus yang berlebihan menghantarkan impuls, syok neurologic akibat iskemia dan hipoksia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, rusaknya akson yang menghambat penghantaran impuls sensori (Doenges, 2010).


2.1.3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang muncul menurut Selzer & Dobkin (2008) pada cedera tulang belakang bisa dikaji melalui data subjektf sebagai tanda, dan data objektif sebagai gejala. Tanda dan gejala yang muncul pada dasarnya tergantung dari lavel injuri yang terjadi. Adapun tanda dan gejala umumnya didapatkan dari fungsi aktivitas, sirkulasi, elimnasi, integritas ego, neurosensori, nyeri, respirasi, keamanan, dan seksualitas (Doenges, 2010).
Gejala pada aktivitas dan istirahat tanda yang mungkin muncul adalah paralisis otot, kelemahan pada otot-oto secara general. Pada sirkulasi tanda yang ditunjukan adalah palpitasi dan rasa pusing saat merubah posisi, sedangkan tanda yang mungkin muncul adalah ortotastik hipotensi, takikardia, bradikardia kronik terutama injuri pada T6 dan diatasnya, ekstremitas dingin dan pucat.
Gejala pada sistem eliminasi mungkin terjadi bladder inkontinensia, konstipasi, retensi urin, distensi abdominal, tidak ada bising usus, dan melena.  Tanda yang muncul untuk integritas ego adalah penolakan, tidak percaya, sedih, atau marah. Gejala pada ego integritas antara lain takut, anxietas, cemas, dan menarik diri. Pada neurosensori, tanda yang muncul anata lain kehilangan sensasi pada area injuri dan bawahnya, kesemutan, kebas, kebal. Gejala yang muncul adalah flaccid paralisis pada kondisi spinal syok, kehilangan sensasi, kehilangan tonus vasomotor, peruahan pada pupil, tidak berkeringat pada area terkena.
Nyeri pada otot, hiperestesia merupakan tanda dari spinal cord injuri. Sedangkan gejalanya adalah bengkak pada area tulang belakang dan deformitas. Tanda yang muncul pada respirasi adalah napas yang pendek dan cepat. Sedangkan gejala yang mungkin muncul pada respirasi antara lain napas dangkal, penggunaan otot aksesoris, ekspansi paru tidak maksimal, periode apnea, suara napas ronchi, pucat atau sianosis, dan tidak mampu batuk. Jika ada masalah pada seksualitas, penderita akan melaporkan keinginan untuk kembali normal, sedangkan pada gejala mungkin terjadi priapism atau pola menstrulasi yang tidak teratur.
2.1.4  Klasifikasi
Lesi yang terbentuk dikategorikan menjadi komplit atau inkomplit. Lesi komplit menyebabkan hilangnya secara total sensasi dan fungsi voluntri motorik. Sedangkan incomplit berarti kehilangan sesasi atau fungsi voluntri motorik (Comer,1998). Dampak yang terjadi lalu diklasifikasikan menjadi empat kelas oleh American Spinal Injury Association  menjadi tetraplegia (Komplit) 20%, tetraparesis (inkomplit) 30%, Paraplegia (komplit) 30%, dan Paraparesis (inkomplit) 20%. Paresis berarti injuri inkomplit. Plegia berarti injuri komplit, para mengindikasikan hanya ekstremitas bawah yang terkena, tetra mengindikasikan seluruh ekstremintas mengalami penurunan fungsi neurologis.
2.1.5 Etiologi

Ada tiga etiologi cedera tulang belakang menurut Doenges (2010), pertama trauma menaik seperti kecelakaan motor. Kedua adalah jatuh, dan yang ketiga adalah kekerasan. Menurut (Hilzt & Levi, 2010) Etiologi trauma tulang belakang antara lain kecelakaan kendaraan bermotor sebesar 44%, kecelakaan akibat kekerasan 24%, jatuh  (22%), olah raga (8%), dan faktor lainnya sebanyak 2%. Di Eropa dan beberapa negara, etiologi utanya adalah akibat jatuh, dan beberapa negara dengan kondisi yang kurang kondusif, kekerasan menjadi penyebab utama terjadinya cedera tulang belakang.
anatomi tulang belakang

Frakture
Fraktur
Laminectomy
Fraktur
Anatomi lengkap
Tampang Melintang
anatomi lagi
torakal lumbal sakral ortosis (TLSO)
Sumber:
Doenges, et al. (2010). Nursing care plans guidelines for individualizing client care across the life span. Philadelphia: F. A. Davis
Grundy, D & Swain, A. (Ed.). (1986-2002). ABC of spinal cord injury 4th edition. London: BMJ Pulishing Group
Holtz, A. & Levi R. (2010). Spinal cord injury. New york: Oxford university press
Selzer, M. E. & Dobkin, B. H. (2008). Spinal cord injury. New York : Demos
Sherwood, L. (2001).Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: Penerbit EGC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Bersalin Hj. Srie Dody Gunung Batu Bogor

Kembali Melahirkan di Rumah bersalin H. Srie Dody Gunung Batu

Prosedur Pemberian Obat supositoria