NgeMIL

Fund Rising Forkom tahun lalu berencana membuat buku untuk dijual, lalu setiap anggotanya diminta untuk membuat tulisan tentang Mentoring dalam hidupnya, isinya bagus deh, sangat irekomendasikan^^

Sempat mengirim tulisan untuk bukuMentoring in Life, ini cerita tentang mentoring saya, mentoring yang menyanangkan dan bikin hidup lebih bermakna:)

Suatu hari di bulan Ramadhan, sekumpulan anak kecil di lingkungan Komplek Kehutanan Selakopi berlari-lari kecil menuju mesjid komplek untuk mengikuti kegiatan pesantren kilat Ramadhan yang sangat seru. Dalam gerombolan anak kecil tersebut, saya ada di dalamnya, menjadi bagian mereka yang meramaikan mesjid kala Ramadhan, oh maaf, bukan meramaikan, tapi membuat gaduh majid sampai marbot mesjid harus berkali-kali meneriaki kami.

Waktu itu usia saya baru 7 tahun. Jadwal anak-anak kecil seusia saya sangat padat. Remaja Mesjid yang terdiri dari aa dan teteh di Komplek Kehutanan Selakopi mengadakan rangkaian kegiatan ramadhan yang tidak akan terlupakan. Diawali dengan shalat subuh berjamaah di mesjid, pagi sampai siang hari sekolah, lalu pukul 13.00 kembali ke mesjid untuk pesantren kilat sampai buka puasa bersama pada waktu magrib, dilanjutkan lagi dengan shalat isya dan tarawih. Di tiga puluh hari terakhir, kegiatan malam hari masih diteruskan dengan i’tikaf di mesjid sampai subuh hari. Wah, padatnya.

Di hari-hari selain bulan Ramadhan, kegiatan kami juga dipenuhi dengan pengajian harian yang berlangsung selama dua jam. Dari kegiatan ini, saya mengenal Islam dengan cara yang sangat menyenangkan, aa dan teteh yang rata-rata kuliah di IPB banyak memberikan materi dengan cara yang lain dari biasanya, seperi bermain, drama, rebanaan, jalan-jalan ke Kebun Raya Bogor dan Cibodas.

Setelah menginjak remaja, kegiatan pengajian harian di mesjid menjadi menurun. Ya, memang trend-nya seperti itu. Saat kita lulus SD berarti kegiatan pengajian hukumnya sudah sunnah. Dilanjutkan silahkan, berhenti juga tidak apa-apa. Saya dan keempat teman lainnya memutuskan untuk melanjutkan pengajian. Tapi, saat itu kita yang sudah beranjak remaja masih disatukan dengan anak-anak keci. Yah, enggak asik.

Suatu malam, seorang ustadzah di komplek kami, memanggil dan mengajak kami berlima untuk mengaji di rumah beliau setiap malam Selasa dan Kamis. Awalnya terasa aneh, dalam pengajian tersebut hanya ada kami berlima dan ibu ustadzah. Tapi, lama kelamaan kami beradaptasi dan merasa asik. Dalam lingkaran tersebut kami banyak mengkaji tentang Al Quran, ibadah, sejarah nabi, dan lain-lain. Sayang kegiatan pengajian kecil-kecilan tersebut harus terhenti karena saya harus pindah dari komplek yang telah saya diami selama 15 tahun. Yah!

Beberapa bulan kemudian, setelah kepindahan saya dari Komplek Kehutanan Selakopi, saya masuk SMA. Alhamdulillah diterima di SMA terbaik di Bogor, SMA Negeri 1 Bogor−sekolah menengah untuk umum tapi aura religiusnya sangat kental terasa. Promosi DKM yang sangat dahsyat diawal penyambutan siswa baru membuat saya memutuskan untuk masuk DKM.

Seperti biasa, awal-awal masuk sekolah merupakan masa transisi yang cukup membuat ribet, mulai menggunakan baju putih abu-abu, berkenalan dengan pelajaran yang semakin sulit dan butuh konsentrasi lebih, mulai masuk dalam organisasi kesiswaan, dan kesibukan lainnya, cape dan lelah juga ternyata. Lalu tiba-tiba, di hari Jumat, saat siswa laki-laki sedang shalat Jumat, datang seorang alumni. Saya ingat betul namanya Teh Acid−SMANSA angkatan 2005. Teh Acid memperkenalkan saya dengan kegiatan yang namanya mentoring. Wow, asik sekali ternyata. Di kegiatan mentoring ini, saya benar-benar menemukan kembali kegiatan yang menyibukkan saya waktu kecil dulu, yang sempat hilang beberapa saat karena kepindahan saya dari Komplek Kehutanan Selakopi. Alhamdulillah

Mentoring memberikan saya pengetahuan lebih meyeluruh tentang keislaman karena diakhir sesi materi pasti ada kegiatan diskusi yang membuat kami saling bertukar pengetahuan, pendapat, dan pandangan tentang suatu masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Mentoring menyeimbangkan kondisi saya yang harus membagi fokus antara akademis, organisasi, keluarga, dan diri sendiri, memberikan saran, strategi, dan petunjuk dalam manajeman waktu yang baik di dunia SMA yang labil. Mentoring mengingatkan saya bahwa hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah. Dan mentoring membuat saya dapat menyeimbangkan intelektual, emosional, dan spiritual saya.

Di tahun kedua SMA saya, pun tahun kedua mengikuti kegiatan mentoring, saya mencari kesempatan untuk dapat ikut kegiatan mentoring plus. Ya, mentoring plus adalah kegiatan mentoring tambahan. Pesertanya datang dari kelas yang berbeda dan jumlahnya lebih sedikit dari mentoring kelas pekanan. Mencari kesempatan−saya pikir itu bahasa yang tepat−karena saya datang tidak diundang, pulang tidak diantar.

Begini ceritanya. Suatu hari di Sabtu sore, saya datang saja ke sebuah kelompok mentoring plus yang sedang melingkar di Mushala. Bukan karena ke-pede-an, saya ujug-ujug datang karena tidak tahu kalau mereka yang tergabung dalam mentoring plus itu telah diundang secara resmi dengan surat undangan. Kontan, teteh yang menjadi mentor dalam mentoring plus tersebut terbengong-bengong dan bingung harus menerima atau menolak kehadiran saya. Setelah mendapat sambutan yang luar biasa di minggu pertama, saya memutuskan untuk meneruskan mentoring plus. Agak serius sih, tidak seperti mentoring kelas biasanya yang seru seruan. Di mentoring plus, tetehnya agak tegas dan terkesan galak.

Kesan mengerikan mentoring plus ternyata hanya awalnya saja. Setelah berminggu-minggu, lalu berbulan-bulan mengikuti mentoring plus, ternyata ini sangat M-E-N-Y-E-N-A-N-G-K-A-N. Tidak kalah seru dan menantang. Setiap minggu, aktivitas ibadah wajib dan sunah kita dievaluasi. Di sini saya bener-benar merasakan kompetisi dalam kebaikan, rasa iri dan dengki dalam ibadah, dan rasa puas saat bisa mengalahkan sang ahli ibadah di satu kelompok. Diskusi sehabis materinya juga lebih mendalam, lebih terbuka, sehingga lebih membuka pengetahuan kami. Wah, pokoknya mantep!

Menjelang kelulusan SMA, kelompok mentoring plus saya berganti teteh mentor. Bukan dengan teteh yang heboh dan masih muda tapi ganti dengan teteh yang lebih tua−eh maaf, maksudnya dewasa. Seorang teteh yang sudah berstatus ibu-ibu dan itu berarti mentoring plus ini menjadi lebih serius. Keseriusan kami harus dibuktikan dengan siap menjadi mentor untuk adik kelas kita yang baru masuk SMA Negeri 1 Bogor sesaat setelah kita lulus. Baiklah.

Sampai saat ini, saat tulisan ini dibuat saya masih terus mentoring plus, dengan suasana yang sama, suasana semangat mencari ilmu saat saya berusia tujuh tahun, saat saya pertama kali melingkar dirumah ustazah Komplek Kehutanan Selakopi, saat saya kegirangan menemukan suasana religius masuk SMA Negeri 1 Bogor, saat saya gemetaran menjadi mentor pertama kalinya. Pertanyaannya, sampai kapan saya akan ikut mentoring plus. Jawabanya adalah sampai saya bisa menjadi saksi akan ada anak-anak kecil digenersi mendatang yang berlari-lari kecil menuju mesjid untuk meramaikannya dengan salawat, tilawah, dan dzikir, bukan hanya untuk membuat gaduh. Sampai siklus regenersi kebaikan ini terpenuhi menjadi satu lingkaran penuh. Sampai saya kembali kecil dan kegirangan berlari-lari kecil menuju mesjid. Sampai titik itu, saat tujuan diciptakan manusia terpenuhi oleh saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Bersalin Hj. Srie Dody Gunung Batu Bogor

Kembali Melahirkan di Rumah bersalin H. Srie Dody Gunung Batu

Kontrol Hamil ke Puskesmas